Yang Ming Shan

Yang Ming Shan
Dream

Friday, January 7, 2011

Teori Implementasi Kebijakan dalam Perspektif Kebijakan Publik

Pendahuluan
Setiap negara dan pemerintahannya tidak terlepas dari suatu kebijakan publik. Charles O. Jones mendefinisikan kebijakan publik sebagai kebijakan yang digunakan dalam praktek sehari-hari namun digunakan untuk menggantikan kegiatan atau keputusan yang sangat berbeda. Istilah ini sering dipertukarkan dengan tujuan (goals), program, keputusan (decisions), standar, proposal, dan grand design. (Charles O. Jones).
Dalam proses kebijakan publik, pemerintah tidak bisa melepaskan faktor lingkungan publik yang merupakan input, proses, dan sekaligus output kebijakan. Dimana proses kebijakannya adalah yang pertama isu kebijakan. Isu kebijakan merupakan agenda pemerintah. Isu ini adalah respon pemerintah dari input yang diberikan oleh lingkungan publik. Hal ini terkait tentang hal-hal apa yang menjadi isu di masyarakat dan direspon oleh pemerintah sebagaib sesuatu yang harus diagendakan untuk dijadikan kebijakan publik. Kedua adalah formulasi kebijakan, yaitu bagaimana pemerintah memformulasikan berbagai isu tersebut sebelum dikeluarkan sebagai sebuah kebijakan publik. Dua tahap proses yang pertama ini adalah proses politik. Yang artinya tahap-tahap tersebut tidak terlepas dari kepentingan-kepentingan politik. Ketiga adalah implementasi kebijakan, yaitu implementasi kebijakan yang telah diformulasikan dan diputusakn oleh pemerintah yang berwenang. Keempat atau yang terakhir adalah kinerja kebijakan, merupakan sebuah evaluasi kebijakan yang telah diformulasikan dan diterapkan dalam masyarakat. Sehingga memunculkan pertanyaan apakah kebijakan tersebut telah berjalan efektif. Evaluasi kebijakan tersebut merupakan sebuah output kebijakan yang juga berfungsi sebagai umpan balik terhadap proses input kebijakan selanjutnya. Lingkungan kebijakan disini adalah masyarakat yang menerima dan melaksanakan kebijakan tersebut. Tahap kedua dan tahap ketiga merupakan sebuah proses kebijakan. Yaitu bagaimana kebijakan tersebut dirumuskan oleh pemerintah dari input dan kemudian implementasinya.

Perkembangan Studi Implementasi Kebijakan
Studi implementasi kebijakan mulai berkembang sejak tahun 1960, ini adala era ‘pascakeputusan’ dari kebijakan publik. Pergeseran studi ini terjadi karena tampak jelas bahwa pembuatan kebijakan di banyak bidang ternyata tidak dapat mencapai tujuan seperti yang diharapkan, atau tujuan yang tidak dapat didefinisikan dengan baik, hal inilah yang menyebabkan mahasiswa kebijakan public menggeser perhatiannya dari input dan proses menuju ke output dan hasil.
Studi implementasi adalah studi perubahan: bagaimana perubahan terjadi, bagaimana kemungkinan perubahan bisa dimunculkan. Ia juga merupakan studi tentang mikrostruktur dari kehidupan politik ; bagaimana organisasi di diluar dan di dalam system politik menjalankan urusan mereka dan berinteraksi satu sama lain ; apa motivasi mereka bertindak seperti itu, koma dan apa yang mungkin membuat mereka bertindak secara berbeda. (Jenkins, dalam Parsons, 2001 : 463). Pembuatan kebijakan tidak berakhir setelah kebijakan ditentukan atau disetujui, seperti yang dikatakan oleh Anderson: “kebijakan dibuat saat ia sedang diatur dan diatur saat dia sedang dibuat” (Anderson, dalam Parsons, 2001 : 464). Sama seperti “politik”, politik tidak hanya berhenti ketika keputusan atau output berhasil dibuat, politik juga tidak hanya berbicara tentang bagaimana proses itu dibuat tetapi juga implementasinya di dalam sistem politik tersebut.
Berkaitan dengan tahap implementasi kebijakan, ada beberapa hal yang perlu kita perhatikan dalam implementasi kebijakan. Di mana implementasi kebijakan Merupakan alat administrasi hukum dimana berbagai aktor, organisasi, prosedur, dan teknik yang bekerja bersama-sama untuk menjalankan kebijakan guna meraih dampak atau tujuan yang diinginkan (arti luas). Implementasi kebijakan meliputi proses dari input, output, dan outcomes. Sehingga dari implementasi kebijakan tersebut, mengubah keputusan atau kebijakan menjadi tindakan operasional
Implementasi kebijakan dimaksudkan untuk memahami apa yang terjadi setelah suatu program dirumuskan, serta apa yang timbul dari program kebijakan itu. Di samping itu implementasi kebijakan tidak hanya terkait dengan persoalan administratif, melainkan juga mengkaji faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap proses implementasi kebijakan. Implementasi sendiri diartikan sebagai cara agar kebijakan dapat mencapai tujuannya. Tujuan yang juga telah diformulasikan atau yang menjadi pertimbangan dalam proses pembuatan kebijakan publik.
Output dari kebijakan publik bisa menjadi umpan balik bagi perumusan suatu kebijakan, sehingga kebijakan publik tersebut dapat dikatakan sebagai kebijakan publik penjelas. Yang mencakup dalam implementasi kebijakan publik adalah program yang dibuat terkait kebijakan tersebut. Lalu proyek-proyek kebijakan tersebut. Kemudia pengadaan kegiatan yang berkaitan dengan proses implementasi kebijakan tersebut dan yang terakhir adalah pemanfaat. Dari implementasi tersebut, kita lihat bahwa, apakah kebijakan public tersebut bermanfaat atau sebaliknya.
Implementasi kebijakan meliputi: (1) perilaku badan atau lembaga administratif yang bertanggung jawab terhadap suatu program. Yang dimaksud dengan kalimat ini adalah badan-badan atau lembaga-lembaga yang terlibat dalam proses perumusan hingga pengimplementasian kebijakan publik tersebut. (2) target group merupakan pengertian dari, siapakah yang menjadi sasaran-sasaran dibentuknya kebijakan publik tersebut, sehingga kelompok-kelompok tersebut menjadi target yang menerima implementasi kebijakan. (3) jaringan kekuatan-kekuatan politik, ekonomi, dan sosial. Mengingat bahwa dalam implementasi ada faktor-faktor prndukung lainnya yang tidak bisa diabaikan dan harus dipertimbangkan baik saat perumusan maupun implementasi kebijakan tersebut. (4) yaitu dampak, dari implementasi kebijakan publik, dampak apa yang ditimbulkan, sehingga kita mengetahui apakah kebijakan tersebut berjalan efektif dan bermanfaat.

Tujuan Studi Implementasi Kebijakan
Setelah suatu program dirumuskan dan dampak – dampak yang timbul dari kebijakan tersebut dirasakan maka perlu adanya suatu pemahaman akan apa yang terjadi. Disinilah studi implementasi akan digunakan untuk memahami apa yang terjadi pada saat maupun setelah kebijakan tersebut dilaksanakan. Menurut Jenkins studi implementasi adalah studi perubahan : bagaimana peubahan terjadi, bagaimana kemungkinan perubahan bisa dimunculkan. Ia juga merupakan studi tentang mikrostruktur dari kehidupan politik; bagaimana organisasi di luar dan di dalam system politik menjalankan urusan mereka dan berinteraksi satu sama lain; apa motivasi – motivasi mereka bertindak seperti itu, dan apa motivasi lain yang mungkin membuat mereka bertindak secara berbeda (Parsons 2001: 463). Sehingga studi implementasi kebijakan memfokuskan diri pada aktivitas atau kegiatan – kegiatan yang dilakukan untuk menjalankan keputusan kebijakan yang telah ditetapkan. Dengan demikian, studi ini bertujuan untuk memberi penjelasan terhadap salah satu atau lebih kekuatan – kekuatan yang menentukan dampak kebijakan (Winarno 2007: 147)
Lebih lanjut menurut Winarno, studi implementasi ini ada untuk menutupi kekurangan yang ada, seperti kekurangan dalam usaha memahami proses kebijakan dan mendorong adanya saran yang kurang baik pada para pembentuk kebijakan (Ibid :148). Sehingga bila dilihat dari sisi sebaliknya, maka tujuan dari implementasi kebijakan untuk menutupi dua kekurangan diatas, yaitu untuk lebih memahami proses kebijakan dan mendorong saran – saran yang lebih baik bagi para pembentuk kebijakan.
Bila melihat dari analisis kebijakan pada era 1970-an dan era 1980-an dapat dipahami tujuan dari implementasi kebijakan ini lebih mendalami faktor – faktor yang ada dalam kebijakan publik. Bila pada era tersebut analisis kebijakan melupakan dampak birokrasi dan penyedia layanan terhadap efektivitas suatu kebijakan maka studi implementasi akan menutupi kekurangan analisis kebijakan tersebut. Secara sederhana sebagai sebuah cara untuk mengidentifikasi faktor – faktor yang menjadikan implementasi berhasil (Parsons 2001: 464-5). Bila dibandingkan dengan Sabatier dan Mazmanian, terdapat detail akan implementasi kebijakan ini. Mereka melihat implementasi sebagai sebuah problem control dan organisasi sehingga studi implementasi akan bertujuan untuk menangkap elemen – elemen seperti : pendefinisian objek dan perumusan rencana; jalannya monitoring rencana; analisa akan apa yang terjadi dan apa yang seharusnya terjadi; dan perubahan – perubahan yang ada untuk memperbaiki kegagalan (Ibid: 476).

Model-model Implementasi Kebijakan
Adapun model-model implementasi kebijakan dapat kita kutip dari beberapa ahli, seperti: Van Meter & Van Horn, Mazmanian & Sabatiar, Grindle, dan George Edward.

Model Van Meter dan Van Horn
Model ini merupakan model yang paling klasik, diperkenalkan oleh Donald Van Meter dan Carl Van Horn pada tahun 1975. Model ini menyatakan bahwa implementasi kebijakan berjalan secara linier dari kebijakan publik, implementor, dan kinerja kebijakan publik. Beberapa variabel yang mempengaruhi kebijakan publik adalah:
1. Aktivitas implementasi dan komunikasi antarorganisasi
2. Karakteristik dari agen pelaksana/implementor
3. Kondisi ekonomi, sosial, dan politik
4. Kecenderungan dari pelaksana/implementor












Model Mazmanian dan Sabatier
Model ini dinamakan model Kerangka Analisis Implementasi (A Framework for Implementation Analysis), diperkenalkan oleh Daniel Mazmanian dan Paul A. Sabatier pada tahun 1983. Mereka mendefinisikan implementasi sebagai upaya melaksanakan keputusan kebijakan, sebagaimana pendapat mereka:
“Implementation is the carrying out of basic policy decision, usually incorporated in a statute but which can also take the form of important executives’ orders or court decision. Ideally, that decision identifies the problem(s) to be pursued, and, in a variety of ways, ‘structures’ the implementation process”.
Proses implementasi kebijakan kebijakan diklasifikasikan ke dalam tiga variabel yaitu:
Variabel independen (mudah tidaknya masalah dikendalikan)
Variabel intervening (kemampuan kebijakan untuk menstrukturkan proses implementasi dan variabel di luar kebijakan yang mempengaruhi proses implementasi)
Variabel dependen (tahapan dalam proses implementasi)















































Model Grindle
Model ini diperkenalkan oleh Merilee S. Grindle pada tahun 1980. Model ini ditentukan oleh isi kebijakan dan konteks implementasinya, di mana implementasi kebijakan dilakukan setelah kebijakan ditransformasikan. Keberhasilannya ditentukan oleh derajat implementability dari kebijakan tersebut. Model ini lebih menitik beratkan pada konteks kebijakan, khususnya yang menyangkut dengan implementor, sasaran dan arena konflik yang mungkin terjadi di antara para aktor implementasi serta kondisi-kondisi sumber daya implementasi yang diperlukan.
































Model Edward
George C. Edwards melihat implementasi kebijakan sebagai sebuah studi yang krusial terutama untuk public administration dan public policy. Bagi Edward, implementasi kebijakan adalah salah satu tahap kebijakan publik, antara pembentukan kebijakan dan konsekuensi – konsekuensi kebijakan bagi masyarakat yang dipengaruhinya. Dalam mengkaji implementasi kebijakan, Edwards memulai dnegan dua buah pertanyaan dasar: prakondisi – prakondisi apa yang diperlukan sehingga suatu implementasi kebijakan berhasil? Dan hambatan – hambatan utama apa yang mengakibatkan suatu implementasi gagal? Untuk menjawab dua pertanyaan tersebut, dia mengajukan empat variabel krusial dalam implementasi kebijakan publik, yaitu : komunikasi, sumber – sumber, kecenderungan atau tingkah laku, dan struktur birokrasi. Menurut Edwards, keempat variabel ini bekerja secara simultan dan berinteraksi satu sama lain untuk membantu dan menghambat implementasi kebijakan.
Secara umum, Edwars membahas tiga hal penting dalam proses koomunikasi kebijakan, yaitu transmisi, konsistensi dan kejelasan. Faktor pertama adalah trasmisi, dimana sebelum pejabat dapat mengimplementasikan suatu keputusan, ia harus menyadari bahwa suatu keputusan telah dibuat dan suatu perintah untuk pelaksanaannya telah dikeluarkan. Faktor kedua yaitu konsistensi, yang menekankan pada pelaksanaan – pelaksanaan yang konsisten dan jelas sehingga memudahkan para pelaksana kebijakan menjalankan tugasnya dengan baik. Dan faktor yang ketiga adalah kejelasan, yang menjadikan petunjuk – petunjuk kebijakan sebagi sesuatu yang jelas untuk diterima oleh para pelaksana kebijakan. Menurut Edwards, dengan menyelidiki hubungan antara komunikasi dan implementasi maka dapat diambil generalisasi, yakni bahwa semakin cermat keputusan dan perintah pelaksanaan diteruskan kepada mereka yang harus melaksanakannya, maka semakin tinggi probabilitas keputusan – keputusan kebijakan dan perintah – perintah tersebut dilaksanakan. Dan dalam situasi seperti ini, penyimpangan transmisi merupakan sebab utama bagi kegagagalan implementasi.
Sumber – sumber merupakan faktor yang penting dalam implementasi kebijakan. Sumber tersebut meliputi : staf yang memadai serta keahlian – keahlian yang baikuntuk melaksanakan tugas – tugas mereka, wewenang dan fasilitas – fasilitas yang diperlukan untuk menerjemahkan usul – usul diatas kertas guna melaksanakan pelayanan – pelayanan publik. Staf yang dapat mengimplementasikan kebijakan dilihat dari sisi kuantitas dan kualitas yang dapat menjadi administrator – administrator yang kompeten. Dari sisi informasi, terdapat dua bentuk yang harus diperhatikan yaitu informasi mengenai bagaimana kebijakan tersebut dilaksanakan, dan sebagai data tentang ketaatan personil – personil lain terhadap peraturan pemerintah. Dan bentuk lain dari sumber adalah wewenang yang berhubungan pada keterbatasan atau kekurangan bagi pejabat untuk melaksanakan suatu kebijakan dengan tepat. Dan yang terkahir adalah fasilitas – fasilitas fisik untuk memjembatani pelaksanaan kebijakan tersebut, misal sebagai tempat koordinasi, perlengakapn dan perbekalan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa sumber – sumber ini sebagai bentuk realisasi dari perencanaan kebijakan yang telah dibuat.
Pada faktor yang ketiga terdapat kecenderungan – kecenderungan, yang menekankan pada tanggapan – tanggapan dari para pelaksana kebijakan. Jika pelaksana kebijakan menanggapi baik suatu kebijakan, maka dapat diharapkan adanya dukungan dan kemungkinan besar terjadi pelaksanaan kebijakan yang dimaksud. Demikian pula jika terjadi perbedaan persepsi antara para pembuat kebijakan dan pelaksana kebijakan, maka proses pelaksanaan suatu kebijakan menjadi semakin sulit. Dan faktor yang terkahir, yaitu Struktur Birokrasi yang secara keseluruhan menjadi badan pelaksana kebijakan. Karena terdapat banyak ragam struktur birokrasi maka hal ini akan berpengaruh pada: perubahan – perubahan dalam kebijakan, memboroskan sumber – sumber, menimbulkan tindakan – tindakan yang tidak diinginkan, menghalangi kondisi, membingungkan pejabat – pejabat pada yuridiksi tingkat yang lebih rendah, menyebabkan kebijakan – kebijakan berjalan dengan tujuan yang berlawanan, dan menyebabkan beberapa kebijakan menempati antara keretakan – keretakan batas – batas organisasi.

Studi Kasus
Pengimplementasian kebijakan publik sudah sepatutnya mendapatkan perhatian khusus, seperti sebagaimana yang dikatakan Anderson tahap implementasi itu sendiri adalah bagian dari pembentukan kebijakan public. Contoh nyata dari sulitnya pengimplementasian kebijakan publik adalah implementasi kebijakan (Undang-Undang) ketenagakerjaan Indonesia.
Pasal 7 Undang-Undang TKI ayat 5 dan 6 mengatakan bahwa, negara/pemerintah;
1. Melakukan upaya diplomatik untuk menjamin pemenuhan hak dan perlindungan TKI secara optimal di negara tujuan; dan
2. Memberikan perlindungan kepada TKI selama masa sebelum pemberangkatan, masa penempatan, dan masa purna penempatan.
Melihat kebijakan di atas, menunjukkan kesadaran pemerintah akan kewajiabannya untuk melindungi, memelihara, dan mangayomi tenaga kerja Indonesia sebagai hal yang perlu. Kesadaran pemerintah ini tercermin dalam undang-undang tersebut, akan tetapi pengoperasionalisasian kebijakan tersebut tidak seperti yang seharusnya atau idealnya. Banyaknya kasus-kasus penganiayaan TKI di Malaysia ataupun negara-negara Arab menunjukkan bahwa adanya pergeseran definisi di lapangan. Studi implementasi berbicara mengenai apa saja yang menjadi faktor-faktor penghambat dan katalis dari terimplementasinya sebuah kebijakan. Dalam kasus ini studi implementasi akan menganalisis mengapa fakta yang terjadi di lapangan tidak sesuai dengan apa yang yang menjadi keputusan kebijakan pada awalnya. Dalam masalah TKI ini pemerintah ternyata kurang mampu untuk mengimplementasikan kebijakannya sesuai dengan output pada awalnya. Berangkat dari sini (mungkin lebih tepatnya sebagai kegagalan operasionalisasi kebijakan) akan ada evaluasi yang kemudian akan menjadi umpan balik untuk menjadi agenda kebijakan selanjutnya.

Referensi
Nugroho, Riant. 2003. Kebijakan Publik: Formulasi, Implementasi, dan Evaluasi. Jakarta: PT. Alexmedia Competindo.
Parsons, Wayne. 2001. Pengantar Teori dan Praktik Analisis Kebijakan (Terj. Triwibowo Budi Santoso). Jakarta: Kencana.
Winarno, Budi. 2007. Kebijakan Publik: Teori dan Proses. Yogyakarta: Media Pressindo.

No comments:

Post a Comment